Friday, June 24, 2011

..apakah aku berada di negeri dongeng..??


..Setiap aku melihat laki-laki itu, mukanya selalu bersembunyi dibalik helm,jumper dan ponconya..

Dan hari ini (Jumat, 24 Juni 2011 jam 11:53:45) di B@rnet cabin no 16 dengan username "m", helm dan ponconya dibuka..oh wooow, aku liatnya penasaran (curi-curi pandang takut ketauan haaa..)
tetapi aku telat melihat mukanya yang masih bersembunyi dibalik jumper biru donkernya..
Dia keburu cabut dan memakai ponco hijau sama helm hitamnya, aku nggak tau mereknya apa helmnya apalagi motornya..(halah ra penting tenan..)
padahal diluar panas terik matahari ckckckckckck..dasyat banget masnya..

Jangan2 masnya ARTIS ato drakula yg takut matahari ato kesatria baja hitam ato ultramanato power ranger yang g mau diketahui  wujud aslinya ato pahlawan bertopeng sinchan atopahlawan bertopeng sailormoon ato ninja kura-kura haaaaa...kalo doraemon se menurutku bukan, bentuknya nggak bulet gitu..
kalo si buta dari gua hantu juga bukan, dia g buta, bisa nyetir motor sendiri..kalo pendekar rajawali juga bukan, dia nggak bersama burung rajawalinya..
ato jangan-jangan si pangeran buruk rupa yg nanti berubah tampan setelah menemukan putri yg menerimanya apa ada..haaaaa... 

..rasa penasaran macam di cerita dongeng..
..apakah aku berada di negeri dongeng..??
..kaya cerita dongeng joko kendil : http://www.facebook.com/note.php?note_id=152953791444931.. 

Apa kalian pernah melihatnya..?? Dan siapakah dia yang sesungguhnya??..

Saturday, June 11, 2011

Fasilitas yang sangat lengkap belum menjamin sebuah kota nyaman..Bagaimana dengan kota anda?


Yogyakarta, Kota Ternyaman di Indonesia
Fasilitas yang sangat lengkap belum menjamin sebuah kota nyaman

            Siapa yang tidak kenal dengan Yogyakarta ? Sebuah wilayah yang berstatus daerah istimewa yang berdiri sejak tahun 1755 oleh Sultan Hamengku Buwono I dan sempat menjadi ibukota Negara ini pada masa revolusi. Terkenal dengan kraton kesultanan dan budaya tradisionalnya yang sangat kental, juga asset–asset lokalnya, seperti batik, jalan Malioboro, Pantai Parangtritis, sampai tamansari.
Pernah terlanda gempa besar di tahun 2007, dengan bantuan internasional dan partisipasi masyarakatany, sebagian wilayah yang hancur bisa kembali terbangun.
            Kota berpenduduk 3,4 juta jiwa di atas wilayah seluas 32,5 km², ini didapuk sebagai kota ternyaman di Indonesia pada Most Liveable City Index yang diselenggarakan oleh Ikatan Ahli Perencana (IAP). Mengalahkan 11 kota lainnya yang dinilai berdasarkan persepsi masyarakat atas tujuh aspek kehidupan perkotaan, yaitu fisik kota, kualitas lingkungan, transportasi – aksebilitas, fasilitas umum dan social, utilitas, ekonomi dan  social.
            Most Liveable City Index (MLCI) ini sendri adalah ukuran yang menunjukan tingkat kenyamanan warga kota untuk tinggal menetap dan beraktivitas di suatu kota, ditinjau dari berbagia aspek kehidupan kota. Termasuk kemudahan ke tempat kerja, biaya tinggal, kualitas lingkungan, pelayanann public dan kualitas interaksi social. Berdasarkan Simposium Perkotaan IAP, 2008, tujuh aspek tadi dijabarkan menjadi 25 kriteria. Penentuan indeksnya dilakukan secara bottom-up,dengan melakukan pelibatan masyarakat. Baru pertama kali diadakan di tahun 2009 lalu, direncanakan penilaian indeks ini akan diadakan secara regular setiap tahun.
            Survey telah memperlihatkan bahwa aspek penataan kota, ketersediaan ruang tebuka hijau (rth), pencemaran lingkungan, ketersediaan fasilitas orang cacat dan kebersihan adalah hal – hal yang membuat kota dinyatakan nyaman atau tidak oleh warganya. Bernardus R. Djonoputro, Sekretaris Jendral IAP, penataan ruang merepresentasikan keteraturan fisik, arah orientasi ruang, tata guna lahan dan keberpihakan public. “Persepsi masyarakat atas buruknya aspek – aspek tersebut dapat menjadi pertimbangan untuk mendorong perbaikan dalam penyelenggaraan kota”, katanya.
            Yogyakarta dinilai paling nyaman atas criteria hubungan interaksi antar penduduk, fasilitas kesehatan, pendidikan, jaringan telekomunikasi dan ketersediaan listrik. Tapi paling tidak nyaman atas hal ketersediaan fasilitas kaum difabel (cacat), ketersediaan lapangan kerja, pencemaran lingkungan, ketersediaan rth dan penatan kota.  Karena itu, IAP menyimpulkan bahwa budaya masyarakat Yogyakarta yang lembut, sopan dan ramah, juga tidak banyak menuntut adalah alasan – alasan tingginya persepsi kenyamanan warga terhadap kotanya. ‘Tentu  juga pencapaian pembangunan kotanya”, ujar Bernardus.
            Bagaimana sebelas kota lainnya ? MLCI 2009 menyatakan bahwa Pontianak adalah kota yang dipersepsikan paling rendah tingkat kenyamanannya. Kota seluas 107,82 km² ini sebagian besar berupa lahan gambut sehingga berdampak pada  keterbatasan  lahan pengembangan kota. Juga limitasi bagi pengembangan infrastruktur dan ketersediaan air bersih. Berpendududk hampir 550 ribu orang, dengan kepadatan 5.045 jiwa/km² tahun 2008), untuk bisa disamakan dengan kota-kota lain, Pontianak harus melakukannya dengan pendekatan teknologi yang mumpuni.
            Palangkaraya dipersepsikan sebagai kota yang paling baik penataan ruangnya. Memang masih jauh dari ukuran ideal, tapi ibukota Kalimantan Tengah ini dinilai mempunyai kapasitas akomodasi ruang yang memadai terhadap pertumbuhan penduduknya. Kota yang “baru” berdiri pada tahun 1957 ini (berdasarkan UU Darurat No.10/1957  tentang Pembentukan Daersh Swantatra Tingkat I Kalimantan Tengah) memang disiapkan dan direncanakan secara matang. Dibuka di tengah hutan, sebagai bagian dari rencana pengembangan wilayah Kalimantan. Mempunyai luas 153,6 ribu km² dan sebagian wilayahnya berupa hutan lindung dan konversi alam., termasuk didalamnya Taman Nasional Tangkiling, kota ini “hanya” sekitar 2 juta jiwa.
            Untuk aspek tata ruang itu, Bandung mendapat persepsi paling rendah. Kota yang makin padat oleh Factory Outlet , kafe dan hotel kecil ini mendapat persepsi terendah untuk criteria penataan kota, yaitu hanya 3%. Alias hanya 3% rsponden yang menganggap tata ruang ibukota Jawa Barat inibaik, selebihnya menyatakan buruk. Angka tersebut adalah nilai terendah dari semua kriteria di semua kota. Hal ini, demikian MLCI, mengindikasikan bahwa banyak warga Bandung sangat tidak puas dengan penataan kotanya. Satu hal yang paling terang adalah komersialisasi kota hingga merampas ruang –ruang public dan ini ternyata sangat tidak disuka oleh warganya.
             Walau demikian, Bandung menempati posisi keempat pada indeks ini. Keburukan di aspek tata ruang terkompensasi dengan ketersediaan jaringan telekomunikasi, fasilitas pendidikan dan kesehatan, serta ketersediaan listrik dan angkutan umum.
            Lalu diman Jakarta ? Ibukota negara ini menempati posisi kedua terendah. Kota ini mendapat 100% atas ketersediaan telekomunikasi, dan mendapat mendapat nilai tinggi atas fasilitas pendidikan, rekreasi, ketersediaan listrik dan informasi pelayanan public. Tapi mendapat nilai buruk atas kualitas angkutan, fasilitas kaum difable , ketersediaan RTH, kebersihan lingkungan dan ketersediaan lapangan kerja.
            Kriteria  ketersediaan lapangan kerja di Jakarta ini dipersepsikan paling rendah dari seluruh kota. Menurt IAP ini menunjukan bahwa meskipun aktivitas ekonomi kotanya sangat tinggi, tapi penciapatan lapangan kerjanya tidak sebanding dengan pertambahan penduduknya yang sangat tinggi. Karena itu tingkat persaingannya menjadi sangat ketat. Penduduk Jakarta hingga Maret 2009 sendiri berjumlah 8,5 juta jiwa, tapi kompetisi lapangan kerjanya hingga daerah yang sangat luas (Bogor-Depok-Tangerang-Bekasi). Dan untuk criteria ini, Jakarta “sejajar” dengan Makassar dan Pontianak, sebaliknya “kalah” dengan Menado, Bandung dan Surabaya.
*Sumber : Properti Indonesia No. 1192-January.


Penelitian dilakukan dengan kriteria kualitas penataan ruang, jumlah ruang terbuka, kualitas angkutan umum, perlindungan bangunan sejarah, kebersihan, pencemaran, kondisi jalan, fasilitas pejalan kaki, kaum diffable, kesehatan, pendidikan, air bersih, jaringan telekomunikasi, pelayanan publik, hubungan antar penduduk, listrik, fasilitas rekreasi.
Hasil dari penelitian itu adalah : (nilai tertinggi 100 yakni sangat nyaman)

1. Kota Yogyakarta  nilai indeks  65,34
2. Manado 59,9;
3. Makassar 56,52;
4. Bandung 56,37;
5. Jayapura 53,13;
6. Surabaya 53,13;
7. Banjarmasin 52,61;
8. Semarang 52,52;
9. Medan 52,28;
10. Palangkaraya 52,04;
11. Jakarta 51,9;
12. Pontianak 43,65
dari hasil survei di 12 kota besar tersebut hanya warga Yogyakarta yang sebagian besar merasa nyaman tinggal di kotanya. Meski begitu, kenyamanan tersebut lebih banyak didukung faktor budaya yang lembut,sopan,dan ramah.
Sedangkan Warga DKI Jakarta, tidak merasa nyaman karena faktor pelayanan angkutan umum,terutama soal kualitas, kurangnya fasilitas untuk wanita hamil dan orang cacat, kebersihan lingkungan, penataan kota yang buruk, kurangnya ruang terbuka hijau (RTH) dan paling tinggi adalah keluhan kesediaan lapangan kerja.
Bagaimana dengan kota anda?